Serang,- Matamedianews.co.id,- Kapal MV Golden Pearl 9 terpantau telah dilakukan pemotongan pada bagian haluan. pemotongan tersebut dilakukan di Jetty Karya Putra Berkah yang berlokasi di Jl. Raya Bojonegara Salira, Margagiri, Kabupaten Serang, Banten. Aktivitas penutuhan MV Golden Pearl 9 ini diduga kuat tanpa mengantongi izin penutuhan dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla).
H. Suwarni Ketua Lembaga PPPKRI (Penerus Pejuang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia) Sat-Bela Negara Mada II Kota Cilegon, menyinggung soal lokasi yang dijadikan tempat pemotongan kapal MV Golden Pearl 9. lokasi tersebut diduga tidak mengantongi izin otorisasi dari Dirjen Hubla Kementerian Perhubungan.
“Tentu harus mendapatkan izin penutuhan, sertifikasi limbah b3 dari Dirjen hubla, serta surat pengawasan dari syahbandar setempat. ini merupakan syarat keharusan untuk aktivitas pemotongan kapal. lalu kemudian, jetty itu harus mendapatkan izin otorisasi dari dirjen hubla. itu kan sudah jelas regulasinya,” kata Suwarni, saat dihubungi, Jum’at (13/6/2025).
Suwarni menilai, Kegiatan Pemotongan kapal tidak hanya memproduksi karat, tetapi juga melibatkan limbah berbahaya seperti sisa bahan bakar, slag mesin, dan zat karsinogenik dari material insulator. Jika dilakukan tanpa menempuh regulasi, berpotensi besar dapat mencemari lingkungan laut.
“Prosedur aktivitas penutuhan kapal harus melalui mekanisme yang telah diatur oleh Negara melalui Kementerian Perhubungan. Sebelum dilakukan pemotongan kapal, pemilik kapal harus menyelesaikan administrasi yang telah ditentukan. jika hal itu tidak dilakukan, maka berpotensi terjadi pencemaran lingkungan laut.” tukasnya.
Sebelum dilakukan aktivitas penutuhan, kapal yang akan ditutuh terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh petugas Marine Inspector dari KSOP Banten. hal ini dilakukan agar proses pemotongan kapal dapat mematuhi standar keamanan serta regulasi yang berlaku.
“Sebelum kapal itu dipotong, pasti akan dilakukan pemeriksaan oleh Marine Inspector, ini semua bertujuan agar pihak perusahaan yang akan melakukan kegiatan pemotongan kapal sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku. agar tidak mencemari lingkungan yang dapat merugikan masyarakat terutama nelayan. Tanpa izin resmi dan lokasi yang sesuai, praktik ini berisiko mencemari lingkungan,” tukasnya.
Suwarni menyatakan, Mekanisme pemberian izin Salvage, telah tertuang didalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 27 tahun 2022 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perhubungan nomor 71 tahun 2013.
“Saya menduga pada permohonan salvage yang diajukan oleh pihak perusahaan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan laut tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. kami meminta dasar pengajuan dari perusahaan dapat dibuka ke publik,” tukasnya.
“MV Golden itu Kapal bukan kerangka, apa urgensinya Direktorat Hubla mengeluarkan surat izin salvage dengan point huruf A pada surat itu menyebutkan untuk penarikan dan pemotongan. ini pasti ada sesuatu. izin salvage yang diberikan hubla kepada perusahaan itu tidak berikut dengan pemotongan, itu aneh. kalo pengusaha berdalih telah mendapatkan izin salvage maka tidak perlu izin penutuhan, berarti pemahaman mereka tentang regulasi salvage dan penutuhan perlu di uji,” imbuhnya.
Ia pun mendesak agar Aparat Penegak Hukum untuk mengambil langkah tegas serta memproses atas adanya aktivitas pemotongan Kapal MV Golden Pearl 9 tersebut. “Aparat penegak hukum perlu mengambil langkah tegas untuk menghentikannya.” tandasnya.
Perlu diketahui, Limbah padat dan cair dari bangkai kapal yang tidak dikelola secara benar dapat mencemari perairan, mengusir ikan dari habitatnya, dan merusak lingkungan laut di sekitar pantai utara Banten.
Sebagai informasi, kegiatan penutuhan kapal ilegal atau pemotongan kapal tanpa izin sangat berisiko menimbulkan pencemaran laut, terutama jika tidak dilengkapi dengan izin resmi dan sertifikat pengelolaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Pemerintah telah mengatur standar teknis penutuhan kapal melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim, serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Kegiatan penutuhan yang tidak mengikuti aturan tersebut dapat dikenai sanksi dan dianggap sebagai tindakan melanggar hukum serta merusak kelestarian lingkungan laut.
Dengan kondisi ini, Lembaga Bela Negara mendesak pemerintah daerah maupun pusat untuk segera mengambil tindakan tegas guna menghentikan aktivitas pemotongan kapal yang diduga kuat ilegal yang berdampak langsung pada kelangsungan hidup manusia dan laut.