Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Beritikad Baik dalam Sengketa Kepemilikan Tanah: Studi Kasus di Cilegon Plaza Mandiri

Cilegon,- Matamedianews.co.id- Tidak Adanya Perlindungan Hukum bagi Pembeli Beritikad Baik
Dalam dunia hukum, keberadaan perlindungan bagi pembeli beritikad baik merupakan hal yang penting, namun dalam praktiknya, hal ini seringkali tidak tercermin di lapangan. Kasus yang terjadi di Cilegon Plaza Mandiri menjadi contoh nyata dari tantangan ini, di mana hak atas kepemilikan tanah dan bangunan ruko secara tiba-tiba dipertanyakan melalui hak pengelolaan (HPL) yang muncul belakangan.

Kuasa hukum dari dua belas pembeli ruko, Rumbi Sitompul, SH & Partners, menegaskan bahwa hukum tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi pembeli yang telah bertindak beritikad baik. Dalam ketentuan hukum perdata Indonesia, khususnya dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) No. 251 K/Sip/1958, disebutkan bahwa pembeli beritikad baik harus mendapatkan perlindungan hukum. Yurisprudensi lainnya juga menegaskan hal yang sama, di mana MA RI melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7/2012 menyatakan bahwa perlindungan tetap harus diberikan meskipun penjual tidak berhak atas objek jual beli.

Kriteria Pembeli Beritikad Baik
Kriteria untuk menentukan pembeli beritikad baik telah dirumuskan dalam beberapa regulasi. Dalam SEMA No. 5/2014, ditegaskan bahwa pembeli yang beritikad baik adalah mereka yang melakukan transaksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan melakukan pemeriksaan yang cermat terkait objek yang diperjualbelikan. Ini diperkuat oleh SEMA No. 4 Tahun 2016 yang lebih jauh merinci kriteria ini untuk memastikan perlindungan hukum bagi mereka.

Namun, dalam kenyataannya, prinsip perlindungan ini sering kali tidak terwujud. Sebanyak dua belas orang pemilik ruko yang terletak di Cilegon Plaza Mandiri mengalami masalah serius ketika hak kepemilikan mereka disanggah oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Cilegon.

“Mereka mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan milik pemerintah berdasarkan HPL, sementara para pemilik ruko mengaku telah membeli properti tersebut dari PT. Genta Kumala antara tahun 1992 hingga 1996, dengan proses jual beli yang sah di hadapan notaris,”

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Para pemilik ruko tersebut kemudian mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan, berharap mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan hak kepemilikan mereka. Mereka berargumen bahwa mereka adalah pembeli beritikad baik yang telah menjalankan proses jual beli yang sah, termasuk mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) dari Kantor Pertanahan. Namun, seluruh pengadilan yang memeriksa perkara ini mengabaikan asas perlindungan hukum tersebut.

Gugatan mereka terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Serang dengan nomor perkara 89/Pdt.G/2021. Pada tanggal 12 April 2022, putusan yang diambil justru menolak gugatan mereka dan mengabulkan gugatan balik dari Pemda Cilegon yang menyatakan bahwa para pemilik ruko telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Setelah upaya banding, Pengadilan Tinggi Banten juga menguatkan keputusan PN Serang. Merasa tidak mendapatkan keadilan, mereka kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi permohonan mereka ditolak.

Kronologi Peristiwa

Kronologi kasus ini dimulai ketika SENDY TYAS WIHARJA dan rekan-rekannya membeli ruko dari PT. Genta Kumala dengan akta jual beli yang sah. Ruko tersebut didirikan di atas tanah yang sebelumnya merupakan pasar tradisional. PT. Genta Kumala menjual ruko tanpa memberikan informasi mengenai adanya HPL. Ketika para pemilik ruko mengajukan permohonan perpanjangan HGB, mereka dikejutkan oleh fakta bahwa tanah tersebut diklaim berada di bawah HPL, yang seharusnya diinformasikan saat transaksi berlangsung.

Diskusi dengan Pihak Berwenang
Pada pertemuan yang diadakan oleh Walikota Cilegon, terungkap bahwa HGB yang dimiliki para pemilik ruko sebenarnya adalah HGB di atas HPL, dan pemda tidak berencana untuk memberikan rekomendasi perpanjangan HGB. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pemilik ruko, yang merasa hak mereka dirampas tanpa proses yang adil.

Tindakan Hukum yang Ditempuh
Menghadapi situasi ini, para pemilik ruko merencanakan untuk menempuh jalur hukum lebih lanjut, termasuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan gugatan dari pihak ketiga. Mereka juga berencana melaporkan permasalahan ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) RI, dengan alasan bahwa hak asasi mereka telah dilanggar.

“Kami merasa bahwa klien kami, sebagai pembeli yang beritikad baik, tidak mendapat perlindungan hukum yang semestinya. Oleh karena itu, kami akan mengajukan Peninjauan Kembali dan Derden Verzet, serta mempertimbangkan membawa kasus ini ke KOMNAS HAM karena dinilai telah melanggar hak asasi manusia para pemilik ruko,” ungkap Rumbi kepada wartawan, Sabtu (5/10/2024).

Sementara itu, Tjhia Bui Phin Silly, salah satu pemilik ruko di lokasi tersebut, juga menyatakan bahwa dirinya pernah membeli kios di gedung utama Cilegon Plaza Mandiri, yang dikenal sebagai Matahari Lama. Ia mengungkapkan bahwa status kepemilikan kios tersebut sejak awal sudah diinformasikan berada di atas HPL, berbeda dengan proses pembelian ruko yang ia alami.

Haji Indro Sutrisno, salah satu pemilik, juga mengemukakan bahwa berdasarkan keterangan sejumlah saksi, sertifikat HGB yang dimiliki oleh para pemilik ruko tidak pernah diinformasikan bahwa statusnya di atas HPL Pemerintah.

“Pemerintah seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan mempersulit mereka. Saya merasa PT Genta Kumala telah menipu kami,” tegas Haji Indro.

Para pemilik ruko berharap agar tidak ada tindakan eksekusi segera oleh Pengadilan dan Pemkot Cilegon atas ruko-ruko tersebut.

“Kami ini jadi korban. Mohon jangan dieksekusi, karena kami tidak menuntut pemerintah, tetapi PT Genta Kumala. Seharusnya kami dilindungi oleh pemerintah,” pungkas Haji Indro.

Related posts