NGO-Rumah Hijau: Tantang APH Dan Distamben Usut Tambang Nakal Di Wilayah Hukum Polres Cilegon

Cilegon,- Matamedianews.co.id- Di wilayah hukum Polres Cilegon, terdapat sejumlah bekas tambang yang kini menyisakan lubang-lubang berbahaya. Banyak lokasi bekas tambang ini telah ditinggalkan oleh para penambang dan kini menjadi kubangan yang berpotensi mengancam keselamatan, bahkan menelan korban jiwa. Dugaan bahwa sejumlah perusahaan tambang belum melakukan reklamasi pasca-tambang di area tersebut semakin mengkhawatirkan.

Supriyadi, Direktur Eksekutif NGO-Rumah Hijau, mengungkapkan bahwa banyak pengusaha tambang yang belum memenuhi kewajiban reklamasi. Menurutnya, reklamasi merupakan langkah penting yang harus dilakukan setelah kegiatan penambangan untuk mengembalikan lahan bekas tambang ke kondisi semirip mungkin dengan keadaan aslinya. “Reklamasi itu bertujuan untuk memulihkan dan memperbaiki kualitas biodiversitas di area bekas tambang agar dapat berfungsi kembali dengan baik,” jelas Supriyadi.

Read More

Supriyadi, salah seorang aktivis lingkungan, menambahkan bahwa ada regulasi yang mengatur proses pasca-tambang. Program tersebut meliputi reklamasi lahan bekas tambang dan area sekitarnya, serta pengembangan sosial, budaya, dan ekonomi yang terkait. Selain itu, terdapat juga pemeliharaan hasil reklamasi dan pemantauan yang harus dilakukan. “Jaminan pasca-tambang berupa deposito berjangka harus dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya operasi produksi tahunan. Seluruh jaminan ini wajib terkumpul dua tahun sebelum dilakukan reklamasi,” jelasnya.

Supriyadi juga menekankan pentingnya pengawasan dari pihak-pihak terkait, seperti Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Banten serta Polda Banten khususnya wilayah hukum Polres Cilegon. “APH (Aparat Penegak Hukum) dan dinas terkait perlu melakukan inspeksi langsung ke lokasi tambang untuk memantau kerusakan dan memastikan bahwa proses reklamasi dilakukan sesuai ketentuan,” tegasnya.

Berdasarkan Pasal 161B ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap orang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi serta penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pasca-tambang, akan dikenakan sanksi pidana. Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah). Selain itu, terdapat juga sanksi tambahan berupa kewajiban untuk membayar dana guna memenuhi kewajiban reklamasi dan/atau pasca-tambang.

Related posts