Cilegon,- Matamedianews.co.id,- Kubangan bekas kegiatan pertambangan Galian C yang dibiarkan terbuka menjadi ancaman yang mematikan. Insiden kehilangan nyawa karena tenggelam di bekas tambang telah berulang kali terjadi di kota Cilegon. Ketegasan pemerintah dalam mengatur regulasi yang jelas untuk mengelola bekas tambang sangat diharapkan.
Kasus terbaru dari kubangan tambang yang berbahaya ini terjadi di wilayah kelurahan Cikerai, kecamatan Cibeber, tepatnya di Perumahan Villa Asri RT/RW.017.005, pada Minggu, 21 Juli 2024 lalu.
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dengan inisial DA, warga dari Kaweni RT.01 RW.01, Kelurahan Kalitimbang, kecamatan Cibeber, tewas tenggelam di kubangan bekas tambang galian pasir yang terletak di Perumahan Villa Asri RT/RW.017.005, kelurahan Cikerai, kecamatan Cibeber, kota Cilegon.
Menurut informasi yang diperoleh, pada hari Minggu tanggal 21 Juli 2024 sekitar pukul 08.00 WIB, korban meninggalkan rumah dan meminta izin kepada ibunya untuk pergi memancing. Sekitar pukul 09.00 WIB, saksi bernama Sdr. Rahmat, yang sedang bekerja di lokasi galian pasir, melihat lima anak laki-laki ingin bermain di area tersebut. Namun, Sdr. Rahmat melarang mereka karena potensi bahaya, namun mereka pergi tanpa sepengetahuan Rahmat. Sayangnya, korban dan teman-temannya kembali ke lokasi tersebut tanpa sepengetahuan Rahmat. Dia kemudian mendapat informasi bahwa salah satu temannya tenggelam di kubangan bekas tambang pasir. Rahmat dan karyawan setempat segera berusaha menyelamatkan mereka dengan mencari di dasar kolam bekas tambang tersebut. Mereka menemukan korban di kedalaman sekitar 1,5 meter, dalam keadaan tidak sadarkan diri dan tidak bernyawa. Saksi Rahmat membawa korban ke Puskesmas Kecamatan Cibeber dan melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Cibeber serta Bhabinkamtibmas Kelurahan Kalitimbang.
Kejadian tragis di kubangan tambang galian yang tidak direklamasi oleh perusahaan telah terlalu sering terjadi di Kota Cilegon. Supriyadi, seorang aktivis lingkungan dari NGO Rumah Hijau, sangat prihatin dengan kematian berulang ini yang disebabkan oleh lubang tambang. Dia menegaskan bahwa pembiaran oleh pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap perusahaan tambang yang tidak menjalankan kewajiban reklamasi adalah penyebab utama insiden ini terus terulang.
“Karena pembiaran tersebut, kasus serupa terus terjadi. Aparat penegak hukum seakan-akan mengabaikan, sementara pemerintah setempat seperti tak berdaya, padahal seharusnya pemilik tambang itu dikenai sanksi pidana,” ujarnya.
Menurut Supriyadi, lubang tambang yang tidak direklamasi menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang besar bagi warga sekitar. Selain itu, hal ini juga memicu konflik mengenai status lahan yang tidak jelas karena persaingan dalam pemanfaatan bekas tambang. Ironisnya, beberapa warga lokal justru menganggap situs berbahaya ini sebagai objek wisata.
“Dampaknya bagi negara juga sangat besar. Tetapi yang lebih penting, lubang-lubang ini juga mengancam nyawa warga,” tegasnya.
Supriyadi berpendapat bahwa masalah utama dari lubang tambang bekas bukan hanya pada regulasi yang lemah, tetapi juga pada ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk bertindak. Berdasarkan Pasal 161 B ayat (1) UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba, perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban reklamasi dapat dikenakan sanksi pidana.
“Dijelaskan bahwa setiap Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dicabut atau berakhir tanpa pelaksanaan reklamasi dan/atau pascatambang, serta tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dan/atau pascatambang, dapat dikenai hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar,” ungkapnya.
Menurutnya, Pasal 164 juga mengatur kemungkinan tambahan sanksi seperti penghapusan izin, penyitaan keuntungan, dan kewajiban membayar kerugian akibat tindak pidana tersebut. Namun, sampai saat ini belum ada satu pun perusahaan di Kota Cilegon yang diadili atas kematian yang terjadi di lokasi tambang yang mereka biarkan terbengkalai.
“Dalam UU ini, jelas bahwa perusahaan pemegang izin yang mengabaikan kewajiban reklamasi melakukan tindakan pidana,” pungkasnya.