Aceh Timur – Konflik antara masyarakat dan hewan liar di Kabupaten Aceh Timur kembali menimbulkan keresahan. Serangan gajah ke pemukiman warga, kemunculan harimau, hingga buaya muara yang memangsa warga di sungai menjadi ancaman serius bagi keselamatan dan mata pencaharian masyarakat.
Aktivis pemerhati sosial Aceh Timur, Dedi Saputra, S.H., meminta pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh untuk tidak tinggal diam melihat kondisi ini. Ia menilai BKSDA kerap lamban dalam merespons kejadian yang melibatkan korban dari kalangan masyarakat.
> “Kami tidak ingin BKSDA hanya bertindak jika hewan dilindungi menjadi korban. Saat masyarakat menjadi korban, seolah tidak ada perhatian,” ujar Dedi kepada media, Kamis (26/6/2025).
Menurut Dedi, beberapa hari lalu terjadi insiden tragis di Kecamatan Rantau Peureulak, di mana seorang pria tewas setelah diterkam buaya saat mencari kerang (empeng) di sungai. Korban baru berhasil dievakuasi setelah polisi melepaskan tembakan ke udara, yang membuat buaya melepaskan tubuh korban. Warga kemudian menyeberangi sungai untuk mengevakuasi jenazah.
Dedi menjelaskan bahwa buaya muara masih berkeliaran di sepanjang aliran sungai dari Kecamatan Serbajadi hingga Rantau Peureulak, sementara warga terus menggantungkan hidup mereka dari hasil tangkapan di sungai.
> “Yang menjadi pertanyaan, jika buaya tersebut mati karena ditembak dalam upaya penyelamatan warga, apakah masyarakat akan dikenakan sanksi? Ini menyangkut nyawa manusia,” kata Dedi. “Hingga kini kami belum melihat upaya evakuasi dari BKSDA, bahkan pihak keluarga korban pun belum didatangi.”
Dedi berharap instansi terkait segera mengambil langkah konkret untuk mencegah jatuhnya korban berikutnya.
> “Kami mengimbau masyarakat yang beraktivitas di sungai maupun di kebun agar selalu waspada. Koordinasi dengan pemerintah desa dan Muspika juga penting dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” tutupnya.(Dd/Mh)