Cilegon,- Matamedianews.co.id,- Sejumlah wartawan di Kota Cilegon menggelar aksi solidaritas menuntut keadilan bagi wartawan yang menjadi korban pengeroyokan saat meliput inspeksi mendadak (sidak) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di PT Genesis Regeneration Smelter (GRS), Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Kamis (21/8/2025).
Aksi yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Cilegon ini merupakan bentuk keprihatinan mendalam atas kekerasan yang dialami wartawan ketika menjalankan tugas jurnalistik.
Wartawan diserang oleh pihak keamanan pabrik, oknum aparat kepolisian, hingga sejumlah orang yang disebut berasal dari Ormas.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Cilegon, Ahmad Fauzi Chan, mengecam keras tindakan represif tersebut.
Menurut pria yang akrab disapa ichan ini, intimidasi dan kekerasan terhadap pers adalah bentuk pelecehan terhadap demokrasi.
“Pers adalah salah satu pilar demokrasi, penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalistik adalah pelanggaran yang menciderai demokrasi,” tegas ichan dalam orasinya.
Ichan menegaskan sesama wartawan merupakan satu keluarga.
“Profesi kita ini kekuatan penting bagi demokrasi. Kalau ada satu kawan kita sakit, semua ikut merasakan dan turut prihatin. Karenanya kami harus bersikap,” tegas ichan.
Massa aksi mendesak kepolisian Kapolda Banten agar segera menindak semua pelaku yang terlibat. Mereka menegaskan, kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan, apalagi jika dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Ronald Siagian, salah satu jurnalis yang ikut aksi, juga menegaskan pentingnya proses hukum yang transparan.
“Kekerasan terhadap jurnalis adalah kejahatan yang perlu diproses dan tangkap semua pelaku termasuk dugaan keterlibatan oknum APH,” ujar Ronald yang merupakan senior Jurnalis Parlemen Cilegon (JPC).
Insiden itu sendiri bermula ketika KLH melakukan sidak ke pabrik pengolahan limbah timbal yang sebelumnya dinyatakan bermasalah. Namun, upaya sidak justru dihalangi, bahkan sejumlah wartawan dan seorang humas kementerian turut menjadi korban intimidasi dan kekerasan fisik.
Para jurnalis menilai, keterlibatan oknum aparat dalam peristiwa tersebut semakin memperburuk citra penegakan hukum. Mereka mendesak agar Polda Banten turun tangan langsung mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Selain itu, mereka juga menilai adanya pola pembungkaman terhadap kebebasan pers. Menggunakan ormas untuk menakut-nakuti jurnalis dinilai sebagai bentuk persekusi yang membahayakan kerja-kerja jurnalistik.
Aksi solidaritas ini sekaligus menjadi peringatan bagi semua pihak bahwa kebebasan pers harus dihormati. Jika wartawan dihalangi, maka publik juga kehilangan haknya untuk mendapatkan informasi yang benar.
Catatan organisasi pers menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap jurnalis masih terus berulang di Indonesia. Insiden di PT GRS menambah panjang daftar kelam persekusi terhadap wartawan di tanah air.
Para jurnalis berharap, kasus ini tidak berakhir sebagai catatan biasa. Mereka menuntut Kapolda Banten turun langsung mengusut hingga ke akar-akarnya
agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, demi memastikan perlindungan yang lebih baik bagi insan pers dan tegaknya demokrasi di Indonesia. (*)