Dugaan Mafia Peradilan di Pengadilan Serang dan Pengadilan Tinggi Banten: Kasus Sengketa Waris yang Menghebohkan

Cilegon,- Matamedianews.co.id,- Pengacara Rumbi Sitompul, SH dari Kantor Hukum Rumbi Sitompul, SH & PARTNERS, mengungkapkan dugaan serius mengenai praktik mafia peradilan yang melibatkan oknum hakim di Pengadilan Negeri (PN) Serang dan Pengadilan Tinggi (PT) Banten. Dugaan ini melibatkan Hakim PN Serang yang dikenal dengan inisial HC, SH, dan Hakim Tinggi PT Banten berinisial KRS, SH, M.Hum.

Dalam konferensi pers yang digelar di Restaurant Laguna, Cilegon, pada Rabu, 21 Agustus 2004, Rumbi Sitompul mengungkapkan bahwa Hakim HC dan Hakim KRS diduga kuat terlibat dalam praktik “mafia peradilan.” Kasus ini berawal dari sengketa waris yang melibatkan kliennya, Shandy Susanto, yang digugat oleh saudara-saudara ibu angkatnya, Hestinawati dkk, di PN Serang. Hestinawati dan sembilan saudaranya mengklaim hak waris dari almarhumah Kumalawati alias Ong Giok Hwa, ibu angkat Shandy Susanto, yang meninggal pada 24 Januari 2021. Mereka mengajukan gugatan untuk membagi harta warisan sesuai dengan akta yang dikeluarkan oleh Notaris Rafles Daniel, SH, MKn.

Hestinawati dan saudara-saudaranya merasa berhak atas harta warisan berdasarkan Akta Notaris yang dikeluarkan. Mereka meminta agar seluruh harta warisan dibagi rata antara sepuluh ahli waris, termasuk Shandy Susanto. Sementara itu, Shandy Susanto mengklaim sebagai satu-satunya ahli waris sah, karena pengangkatannya telah disahkan secara hukum oleh Pengadilan Negeri Serang pada tahun 2003, berdasarkan Staatsblad 1917 No 129, Putusan Pengadilan Istimewa Jakarta Nomor 907/1963, dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI yang menetapkan anak angkat sebagai ahli waris.

Shandy Susanto sebelumnya telah mendapatkan Surat Keterangan Waris dari Notaris Arjamalis Roswar, SH, MKn pada 3 Maret 2021 yang menyatakan bahwa ia adalah satu-satunya ahli waris sah.

Perkara ini terdaftar dengan nomor 171/Pdt.G/2023/PN.Srg dan diperiksa oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Ketua Majelis NA, SH, MH, Hakim HC, dan Hakim DR. BD, SH, MH.

Setelah gagal dalam mediasi, kasus ini berlanjut ke pemeriksaan persidangan dan sidang pemeriksaan lapangan. Selama proses persidangan, Rumbi Sitompul, sebagai kuasa hukum Shandy Susanto, mulai merasakan adanya keberpihakan majelis hakim kepada pihak penggugat. Hal ini terlihat jelas ketika majelis hakim memutuskan untuk memeriksa 71 objek gugatan, meskipun penggugat hanya memiliki bukti fotokopi untuk 41 objek. Meskipun ada keberatan dari pihak tergugat, majelis hakim tetap memutuskan sesuai ketentuan yang mereka tetapkan.

Dugaan keberpihakan ini semakin diperkuat ketika putusan perkara melalui e-Court pada 25 Juni 2024, PN Serang, mengeluarkan putusan yang dikenal sebagai putusan “ultra petita” — sebuah putusan yang melampaui tuntutan yang diajukan oleh penggugat. Menurut Rumbi, putusan semacam ini dilarang dalam perkara perdata dan bertentangan dengan ketentuan undang-undang serta jurisprudensi Mahkamah Agung RI.

Lebih jauh, Rumbi juga menemukan bahwa pertimbangan hukum dalam putusan tersebut tampak sengaja dipelintir untuk memenangkan pihak penggugat. Tidak puas dengan putusan tersebut, Rumbi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten pada 5 Juli 2024, dengan memori banding diunggah pada 12 Juli 2024.

Saat mengurus administrasi banding, Rumbi mendapatkan informasi bahwa Hakim Anggota HC, SH secara aktif menanyakan dan mengatur proses banding tersebut, dengan indikasi bahwa proses akan ditangani oleh koleganya, Hakim Tinggi KSR, SH, M.Hum di PT Banten, dengan target memenangkan pihak penggugat. Informasi ini mendorong Rumbi untuk mengirimkan surat kepada Ketua PT Banten dan Ketua PN Serang pada 22 Juli 2024, meminta perlindungan hukum dan investigasi terhadap indikasi mafia peradilan yang melibatkan kedua hakim tersebut.

Karena tidak mendapatkan tanggapan, Rumbi melaporkan kasus ini ke Komisi Yudisial RI, Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 Agustus 2024. Laporan ini menyoroti dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim serta kemungkinan gratifikasi dari pihak penggugat.

Rumbi sangat menyayangkan adanya dugaan mafia peradilan ini dan berharap Komisi Yudisial, Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan KPK segera melakukan pemeriksaan dan menindak oknum hakim sesuai hukum yang berlaku. “Selamatkan pengadilan dari oknum-oknum hakim nakal,” tegas Rumbi dalam akhir wawancaranya.

Shandy Susanto, anak dari almarhumah Kumalawati alias Ong Giok Hwa, mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan pengadilan. Ia merasa sakit hati karena keputusan pengadilan tahun 2003 tentang pengangkatan anak yang dimohonkan oleh ibunya dan disahkan oleh pengadilan, malah menganggapnya bukan sebagai ahli waris. Shandy berharap keadilan dapat ditegakkan agar ia dan keluarganya mendapatkan hak-hak mereka sebagai ahli waris dari almarhumah Kumalawati.

“Saya mohon keadilan saya dan anak anak saya dan keluarga saya
Semoga saya bisa mendapatkan hak hak saya sebagai ahli waris,” pungkasnya.

Sementara itu, Humas PN Serang, Uli saat coba dihubungi untuk konfirmasi terkait adanya laporan tersebut, Namum hingga saat ini belum memberikan tanggapan.

Related posts