Aceh Timur – Dugaan kelalaian serius dalam pengelolaan dana hibah Pilkada 2024 sebesar Rp46,5 miliar mengguncang KIP Aceh Timur. Sekretaris KIP Aceh Timur, berinisial SA, dituding bertanggung jawab atas mandeknya pencairan honor ribuan petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang telah bekerja sejak awal tahun 2025.
Pemerhati sosial Aceh Timur, Dedi Saputra, SH., mengecam keras situasi ini dan mendesak KIP Aceh dan KPU RI segera mengusut serta mencopot Sekretaris KIP Aceh Timur.
“Ini bukan sekadar kelalaian, ini bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan para petugas di garis depan,” tegas Dedi, Minggu (22/6/2025).
Diketahui, sebanyak 3.078 petugas PPS di 513 desa hingga hari ini belum menerima gaji bulan Januari. Padahal, tugas-tugas mereka telah dijalankan dengan penuh tanggung jawab sejak Januari lalu. Ketidakjelasan pembayaran ini bukan hanya menimbulkan keresahan, tapi juga kemarahan.
“Sudah lima bulan lebih mereka bekerja tanpa honor. Sementara itu, dana miliaran rupiah ada di bawah pengelolaan KIP. Ke mana uang itu? Apakah ini kelalaian, atau ada indikasi penyelewengan?” lanjut Dedi.
Kekecewaan pun meledak di kalangan PPS. Perwakilan dari 18 kecamatan telah melakukan audiensi pada awal Mei 2025, namun hingga kini nihil hasil. Janji tinggal janji. Gaji tak kunjung cair.
“Kami bukan relawan, kami bekerja sesuai regulasi. Tapi hak kami diabaikan! Ini penghinaan terhadap penyelenggara pemilu,” ujar salah satu anggota PPS yang enggan disebutkan namanya.
Dedi menegaskan bahwa jika KPU RI tidak segera turun tangan, maka kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu akan runtuh. Ia juga meminta aparat penegak hukum memeriksa aliran dana hibah tersebut.
“Jika dugaan ini benar, ini bukan hanya soal pelanggaran administrasi, tapi bisa masuk ke ranah pidana dan korupsi. Sekretaris KIP Aceh Timur harus diperiksa dan dicopot!” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris KIP Aceh Timur, SA, ketika dikonfirmasi hanya menjawab normatif.
“Honor masih menunggu perubahan anggaran. Mungkin cair Juli atau Agustus, setelah dana dari Provinsi diserahkan ke Pemkab,” ujar SA singkat.
Pernyataan tersebut justru memicu kemarahan lebih besar. Publik menilai alasan klasik seperti ini menunjukkan lemahnya manajemen dan tanggung jawab di tubuh KIP Aceh Timur. Jika dana sebesar Rp46,5 miliar tidak mampu dikelola dengan transparan dan tepat sasaran, maka bukan hanya jabatan, tapi integritas lembaga ini yang dipertaruhkan.
Ini bukan sekadar keterlambatan. Ini krisis kepercayaan. Dan rakyat berhak tahu ke mana dana itu mengalir.(Dd/Mh)